TERKECOH PIRINGAN HITAM
Jam menunjukkan pukul 23.12, ketika telepon dari Tuan Gamble yang tinggal berseberangan dengan keluargaBonfield berdering di kantor kepolisian terdekat. Sepuluh menit sebelumnya, Gamble terbangun gara-gara mendengar suara seseorang menjerit, yang datang dari arah depan rumahnya. Ia segera menyambar jas di dekat tempattidur untuk menutupipiyama yang dikenakannya.
Pak Gamble kemudian menghampiri Hannah Swenson, pembantu rumah tangga keluarga Bonfield, yang masih berteriak kencang karena ketakutan, tepat di depan pintu masuk rumah. Beberapa menit kemudian, polisi datang ke lokasi. Mereka mendapati mayat Louise Bonfield terbujur kaku di tempat tidurnya.Dari kepalanya, darah segar masih basah mengalir akibat luka bacok. Tempat lilin yang terbuat dari kuningan, yang biasanya diletakkan di atas perapian, dipenuhi darah. Rupanya, kepala Louise dipukul denganbenda dari kuningan itu.
Louise juga dicekik. Hal itu tampak dari memar keunguan di sekitar leher. Isi kamar tampak berantakan tak keruan. Laci-laci dikeluarkan dari tempatnya dan isinya berhamburan keluar. Dompetmanik-manik milik Louise didapatidalam keadaan kosong.
Polisi menemukan potongan kaca nako yang berasal dari jendela belakang. Ditemukan juga sebuah jam kuno terbuat dari kuningan di lantai. Kacanya pecah, namun jarum jamnya menunjukkan angka 22.35. Kepada polisi, Hannah mengaku pertama kali mendapati mayat pukul 23.00. Saat itu, seperti biasa, wanita berdarah
Belgia itu selalu menaruh segelasjus jeruk di meja samping tempattidur majikannya. Louise, yang sedang dalam perawatan dokter sejak kena serangan batu empedu, memang sering terbangun di tengah malam karena batuk kecil. Ia merasa, setelah minum jus jeruk, tenggerokannya lebih nyaman, sehingga batuk pun reda. Tanpa membuang waktu, polisi langsungmencari George Bonfield, suami korban.
Dibunuh atau dirampok?
Dari dalam ruangan di kantornya, George dapat mendengar Joe Tyler, asistennya, menerima kedatangan beberapa tamu. Tak jelas apa yang mereka perbincangkan, karena suara merekaterdengar sepertisetengah berbisik.Tak lama kemudian, Tyler mengetuk pintu ruangan. Dua polisi berbadan tegap ikut masuk. Saat itu, George mulai punya firasat buruk tentang keluarganya. Wajahnyapucat pasi.
"Istri bapak terbunuh. Kami minta Anda segera ke rumah," ujar salah seorangpolisi. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, George kembali ke rumah. Dengan langkah gontai, George memasuki kamar tidurnya yang dipenuhi beberapa orang polisi. Sebagian memakai seragam,lainnya tidak. George menatap mayat istrinya dengan perasaan berkecamuk. Rambutnya lengket oleh darah dari luka di kepala. Ia tak tega menyaksikan kepergian Louise dengan cara tragis sepertiini.
"Istri Anda, Tuan?" tanya seorang polisi.
"Ya," kata George dengan suara pelan, hampir tak kedengaran. Tak lama kemudian, seorang pria berwajah ramah datang bersama seorang stenografer. Pria itu, Inspektur Christopher McKee dari Divisi Pembunuhan Kepolisian Manhattan. Ia segeramengumpulkan keterangan dari tetangga seberang rumah, seraya membaca laporantertulis kesaksian Hannah.Setelah itu, menghampiri George.
"Sepanjang sore ini Anda di kantor,'kan?" tanya McKee.
"Ya," jawab George.Ia menunggu pertanyaan apa lagi yang akan diajukan inspektur. Namun pria itu hanya mengangguk dan berlalu.
Baru pagi harinya, Bonfield dipanggil ke kantor polisi. Pertanyaan Christopher masih sama dengan pertanyaan semalam.Hanya lebih detail. Georgeterlihat siap. Joe Tyler ikut mendampingi, kalau-kalau keterangannya masih diperlukan.
Tiga detektif lain masuk dan ikut mendengarkan keterangan Bonfield. Salah seorang menjelaskan hasil sementara penyelidikan mereka atas pembunuhan Louise Bonfield.
"Kami menyimpulkan, istri Anda dibunuh oleh pencuri yang dipergoki berada di ruangan ini. Si pencuri tak menyadari ruangan yang dimasukinya kamar tidur pemilik rumah. Tujuannya semula merampok. Tapiakhirnya membunuh karena istri Anda mengagetkannya. Pelaku menyambar tempat lilin dari perapian, juga memukulnya dengan jam hingga tewas di tempat."
George tampak menyesali perbuatan si pelaku.
"Tak ada berliandan surat berharga di rumah kami, karena Louise menyimpannya di safe deposit box di bank. Kalaupun punya, tak seberapa, ada di dompet manik- manik," jelas George.
"Oke, kita teruskan.Ini pekerjaan rutin penyidik.Kami juga akan melanjutkan pertanyaan yang lebih detil kepada Hannah setelah kondisinyamembaik. Gambaran
peristiwa ini akan segera terungkap. Nah, sekarang katakan, apa sebenarnya yang
Anda lakukan tadi malam?"
Bonfield menyilangkan sebelah kakinya ke kaki yang lain. Ia berusaha bicara. Namunsulit baginya melontarkan suara. Bayangan istrinya masih jelas dalam ingatannya.
"Kami makan malam, sekitar pukul 19.30. Setelah itu, seperti biasa saya meninggalkan rumah satu jam berikutnya. Tadi malam pekerjaandi kantor sangat banyak. Kami tengah menyiapkan peluncuran Darling Soap People." "Anda sendirian di kantor?"
"Dengan asisten saya, Joe Tyler. Tapi ia berada di ruangan lain, di sebelah ruangan saya."
Christopher mempersilakan Joe Tyler memperkuat kesaksianGeorge. Tyler pun bersaksi, bahwa George berada di kantor sejak pukul 20.45, hingga saat polisi datang. Tyler yakin Georgeselalu berada di ruangannya.
Christopher tampak tenang dan tak terpengaruh sedikit pun oleh keterangan Tyler. "Dari ruangan Anda,terdapat pintu yang langsung terhubungmenuju jalan utama,
'kan, Tuan George?" pertanyaan Christopher sepertitak terduga. George agak kaget.Namun faktanya memang begitu.
"Betul. Ini artinya, kalian menuduh saya pelaku semua ini?" kata George sedikit emosi.
Joe Tyler bangkitdari duduknya. Ia pun tak kalah emosi. "Nyonya Bonfiledterbunuh pukul 22.35. Betul, Inspektur? Coba lihat kembali laporan tertulismengenai waktu kejadian!"
Christopher mengangguk pelan. "Maksud Anda, pada jam itu George berada di kantor?"
"Ya. Suara George terdengar dari ruangan saya. Bahkan jam 22.35 jelas sekali ia tengahmengontak Frank Morisson bahwa tugasnya segerasiap pagi ini. Saya mendengar sendiri pembicaraan itu."
"Kenapa Anda begituyakin?" tanya sang Letnan denganpandangan tajam.
"Karena saya ingat waktunya. Saya ingat karena kami menghadapi pekerjaan yang banyak. Setahu saya, George sangat gelisah dengan mepetnya waktu yang diberikan Morisson. Ia sampaimerasa perlu mengontakFrank dan meyakinkan bahwa besok, saat peluncuran produk Darling Soap, semuanya beres. Dalam pembicaraan itu saya mendengar George bilang : Sekarang jam 22.35, Frank. Dua jam lagi kami menyelesaikannya. Besok pagi acara Anda akan beres," papar Joe Tyler.
Dengan alibi itu, jelas tak mungkin George pelaku pembunuhan sadis Loiuse. Christopher tidak mengatakan sepatah kata pun. Bersama anak buahnya ia kembali menuju kediaman George. Mereka memutari halaman rumah keluargaBonfield, memeriksa ulang pintu dan semua jendela, juga kamar Hannah.
Ruangan George di kantor juga tak luput dari pemeriksaan ulang. Di ruanganini penyelidikan dilaksanakan lebihintensif. Di kamar mandi mereka mendapati serpihan topi berwarna hijauyang diduga milik salah satu klien George yang tertinggal.
Di tempat lain, George bernapaslega. Untuk pertama kalinyasejak Louise terbunuh, ia bisa beristirahat dengan nyaman.
Tak sengaja mengaku
Sayangnya, kenyamanan George tak berlangsung lama. Beberapahari kemudian, ia kembali dipanggil ke kantor polisi. Hampir lima orang penyidik berada di ruangan Inspektur Christopher McKee. Fotokopi laporan tertulis pembunuhan Louise berada di atas meja inspektur.
"Maaf mengundang Anda kembali.Ini hanya formalitas saja," sapa Christopher. Nadanya datar.
Tak lama kemudian, seorangdetektif lain masuk.
"Saya baru saja mengontak Frank Morisson dari Darling Soaps. Ia bilang Tuan Bonfield menghubunginya pukul 22.35.Mereka bercakap-cakap mengenai pekerjaan untuk pagi berikutnya."
McKee dan keenam rekannya terdiam.Laporan tertulis tampaknya sudah hampir final. McKee menyodorkan laporantertulis hasil penyidikan kepadaGeorge.
"Pak Bonfield, silahkantandatangani laporanini," pintanya.
George baru saja menancapkan penanya di kertas laporan, ketika tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Tampak Hannah, sang pembantu, datang bersama polisi lain. Sejenak darah George berdesir. Ia benar-benar tak menghendaki kehadiran Hannah. Hannah seharusnya di rumah, mengurusi tetek-bengek rumahtangga. Namun George tak bisa menyalahkannya, karenaHannah tampaknya diundangMcKee.
Kepada Hannah, McKee mengulang-ulang pertanyaan yang sama. Dengan lugu wanita itu menggambarkan kembali situasi pada malam kejadian.Menjelang lima menitsebelum pukul 23.00 ia membuat jus jeruk untuk dibawa ke kamarNy. Bonfield. Lima menitkemudian, ia menyaksikan sesuatu yang mengerikan.
"Saya berteriak. Saya turuni tangga dengan berlari menuju pintu utama. Lalu membukanya dan lari lewat pintu itu," ujar gadis bermata biru dan berwajah bulat tersebut.
Inspektur menatap wajahnya."Hannah, sebetulnya pintu itu memang tidak dalam keadaan terkunci. Seseorang telah membukanya. Pelaku melepas rantai dan memutar kunci agar ia bisa berlari usai membunuh Nyonya Bonfield. Jadi bukan kamu yang membukanya."
"Saya tidak peduli.Sayalah yang membuka pintu itu. Pintunya terkunciketika saya berada di kamar Nyonya,"tegas Hannah yang gigih bertahandengan ingatannya.
Namun McKee masih terus mempengaruhi Hannah, bahwa pintu menjadi rangkaian rencanapelaku, untuk menghindari diri dari Hannah. Sangkal-menyangkal perihal pintu masih berlangsung, hingga Hannah mulai menangis. Ia takut dituduh sebagai pelakunya. George yang sejak awal tidak menyukai kehadiran Hannah jadi tambah kesal. Namun ia berusaha menahandiri.
"Dasar pembantu bodoh. Terang saja, pintu tersebut dalam keadaan tak terkunci beberapa saat sebelum jam 23.00. Sebab aku sendiri yang membukanya ketika pertama kali masuk ke rumah pukul 22.24. Setiap langkah sudah kuperhitungkan dengan matang. Hannah,tahu apa dia?" sergah George dalam hati.
Namun McKee terus dan terus menekan Hannah dengan pertanyaan seputar pintu. Mata George yang makin kesal, akhirnya memerah.Ia bak menahan berkecamuknya beragam perasaan. Sampaiakhirnya, pertahanan itu jebol! Ia tak tahan lagi.
"Tentu saja pintu itu sudah terbuka ketika kamu menuruni tangga. Saya tahu itu, sebab sayalah yang…" teriak George tanpa sadar. Ia sendiri kaget mendengarnya. George tampaknya benar-benar tak tahan. Ia ingin segera menghentikan pembicaraan tentangpintu itu.
Mendadak, semua orang di ruangan menatap George tak percaya. Termasuk
Inspektur McKee.
"Oh, Anda tahu kalau pintu itu sebetulnyasudah dibuka? Teruskan, Tuan Bonfield!" Bibir Bonfield memucat. Ingin rasanya ia berlari dari ruangan itu. Tapi kemana? Tak
ada tempat yang aman untuk bersumbunyi. Ia sudah berhati-hati sejak kemarin.Ya ucapannya, ya tingkahlakunya. Tapi tetap saja akhirnyaterjadi slip lidah.
"Sayalah yang membunuhnya," ujar George pelan, seraya menutupiwajah dengan keduabelah tangannya
Jam dan piringanhitam
George Bonfield dan Louise tinggal di lantai pertama di rumah mereka di kawasan WestThirteenth Street yang telah mereka diami selama 30 tahun. Tepatnya, sejak mereka menikah. Di usianya yang memasuki 56, George masih terlihatgagah, meski rambut putihnya terlihatdi sana sini.
Istrinya, Louise, termasuk dominan dalam mengatur rumahtangga. Dalam keadaan sakit pun, ia masih cekatan mengatursegala hal. Sejak menjalani terapi, Louise sudah berada di ranjangnya pukul 21.00. Menurut dokter, jika rajin terapi dan beristirahat yang cukup,usia Louise akan bertahan 20 tahun ke depan.
Betahan 20 tahun lagi? Bulu kuduk George langsung bergidik. Belakangan, ia merasa jenuh dengan pernikahannya. Membayangkan hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, hingga tahun demi tahun yang harus dijalaninyabersama Louise, membuatnya muak. Ia merasa bagai hidup di ketiak istrinya, yang selalu mengatur segala hal.
"George, sesibuk apapun, kamu harus menemui orang-orang asuransi. Dalamwaktu
3 bulan, asuransimu akan jatuh tempo. Makanya kita harus mulai merencanakan investasi baru. Ada rencanatertentu di otakku."
"Ya," sahut George enggan. Louise selalu saja punya ide yang sangat jelas dan sulit dibantah. Kesannya sangat mengatur.Bahkan juga dalamhal yang tidak seharusnya dia pikirkan. Percintaan putri mereka pun diaturnya, juga warna wallpaper di ruang makan yang mestinya masuk dalam tanggungjawab pemborong.
"Oh, iya …masihada satu hal lagi yang mau aku bicarakan. Itu, lho, acountnya
Randall. Jangan sampai ditundaminggu depan…."
"Ya, sayang," ujar George seraya mengambil majalah. Tangannya bersentuhan dengan tangan istrinya. Kulitnya masih lembut. Tapi anehnya, ia sudah tak menginginkannya.
Tak lama, terdengar pintu diketuk. Hannah, pembantu rumah tangga berdarah
Swedia, memberi laporan.
"Jam di atas tungku tidak berfungsi, Tuan," katanya.
Louise sedikit tak percaya. Sebelumnya, jam tersebut tidak apa-apa. Ia sedikit menyalahkan Hannah.
"Ya, sudah. Biar aku lihat,!" kata George yang memilih keluar ruangan daripada mendengar ocehan istrinya.
"Jangan lama-lama, kamu kan harus ke kantor malam ini. Eh, Hannah, ingat ya, kamumesti membawa jus jeruk jam 23.00, jangan bangunkan saya. Jangan lupa pintu depan harus sudahterkunci sebelum kamu tidur.Bapak akan membunyikan bel setiba di rumah."
George berjalan menuju dapur di lantai bawah untuk melihat jam yang dimaksud Hannah. Mati. Tiba-tiba, akal jahatnya datang, begitu ia mengutak-atik jam. Semula Hannah menawarkan untuk memanggil tukang servis jam. Tapi George mencegahnya. "Besok saja. Sekarang jam ini sudah membaik kok," katanya. George lalu ngeloyor ke kantornya.
Kantor George terletak di lantai kedua dari salah satu gedung diWest 42 Street. Hanya terdiri dari ruangan tunggu yang tidak seberapa besar dan dua ruang kerja. Ruang yang satu dihuni Joe Tyler dan dua stenographer, dan lainnya ruangan George. Agensi iklan yang ia kelola tak seberapa besar dari segi ruang. Tapi letaknya sangat strategisuntuk berbisnis. Tak heran jika kantornya menghasilkan keuntungan yang lumayan besar.
Malam itu, seperti biasa, Tyler tengah menunggunya. George memberikannya beberapa tugas. Ia menenangkan diri sejenak. Tidak melakukan aktivitas apapun. Pikirannya tertuju penuh pada kreativitas yang lain.
Di sela-sela waktu kerja, Georgemembeli sebuah jam. Bukan jam elektronik, tapi jam weker murah yang sederhana dengan bel di atasnya.Ia juga membeli sebuah player piringan hitam portabelkecil. Kedua barang tersebutdiletakkan dalam laci kerjanya yang terkunci rapat.
Ketika seorang klien di luar kota memintanya datang ke peluncuran produk baru, George tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk membeli disc seukuran piringan hitam yang dapat merekam. George juga membeli senar-senar tipis. Sekembalinya dari luar kota, ia melakukaneksperimen dengan barang-barang yang baru dibelinya itu, di kantor. Tentunya di saat kantorsudah sepi.
Pertama kali yang ia copot adalah bel dari jam wekernya. Ia juga melakukan eksperimen dengan senar-senar kecil. hati-hatiia mencoba mengaitkan jam dengan pengungkit piringan hitam dengantali-tali senar kecilnya. Tak lupa ia merekam suaranya sendiri pada disc/piringan hitam. Setelah puas bereksperimen, barulah ia menaruh"perkakas" barunya itu ke dalam laci. Habis itu, ia berkemas ke rumah.
Dua minggu setelah eksperimen, George kembali mematangkan rencananya agar "proyek" raahsia itu berjalansempurna. Ia mengujijendela, pintu, dan juga menyiapkan pemotong kaca dan selotip besar. Hari H semakindekat. George terus menghitung durasi ketika ia beraksi. Ia mempelajari berapa menit waktu yang dibutuhkan dari kantor menuju rumah, lama beraksi, hingga kembali lagi ke ruangannya.
Semua skenario sudahmatang di kepala. Termasuk hari yang dipilih, tentunya dengan pertimbangan terbaik.Semula ada tiga hari yang menjadipilihan yaitu Rabu, Kamis atau Jumat. Tetapi ia memilihhari Kamis, sehari sebelum kliennya Frank Morisson, PresidenDirektur Darling Soaps, meluncurkan produk terbaru. Hari yang pasti akan "sangat sibuk".
Selain itu, pilihanpada Kamis juga karena pertimbangan cuaca. Menurut ramalan cuaca, hari itu tidak turun hujan, tapi akan ada angin besar di malamhari.
Pakai topi hitam
Di hari H, sepanjang makan malam, Louise bicara terus. makanya agar tidak mencurigakan, George berusaha tampil apa adanya. Satu jam berlalu, George pamitan untuk kembali ke kantor.
George memang kembali ke kantor dan menemui Joe, bawahannya.
"Saya harus menyiapkan kampanye Morrison besok. Malam ini kamu konsentrasi pada tugas ini," ujar Bonfieldsembari menyerahkan seberkas pekerjaan. "Saya sendiri, malam ini hanya ingin berkonsentrasi pada tugas Morrison. Jadi, mohon jangan ganggu saya," ujarnya.
George lalu masuk ke ruangannya. Ia mengunci pintu dari dalam. Waktu menunjukkan pukul 21.20. Pukul 21.55 ia mulai mengeluarkan "perkakasnya". Jam weker minus bel, player piringanhitam, dan rekaman suara George sendiri yang termuat di piringan hitam. Ia menjadikan jam weker sebagai pemicu berfungsinya player piringan hitam. Lalu diam-diammenyelinap keluar kantor.
Ia menuruni tangga darurat dan muncul di lantai dasar. Biasanya adapenjaga yang mengawasi ruangan ini. George menghentikan langkahnya. Jantungnya sempat berdegup saat mendengar langkah kaki seseorang. Pintu terakhir yang harus dilaluinya tinggali 10 meter di depannya. Kalau ada yang memergoki, maka hancur lebur sudah rencana yang sudah disiapkanjauh-jauh hari.
George berusaha menahan napas dan terdiam kaku. Jangan sampai ia mengeluarkan suara sekecil apapun. Hati George lega ketika langkah kaki menjauh. George mengenakan topi warnahijau, milik salah seorang kliennya yang tertinggal di kantorbeberapa bulanlalu. Topi dan jas miliksendiri ia tinggal di kantor.
Malam itu hanya ada beberapa pejalan kaki yang ia temui. Untung tidak hujan. Ia menaikibus ekspres dan turun di FourteenthStreet. Rumah yang ia tinggaliterletak di sebelah selatandari Thirteenth Street, tetapi ada sebuah jalan setapak yang berujung ke bloknya.
Pemotong kaca siap di saku. Begitu juga selotip. George mengenakansarung tangan dan menggunakan selotip besar di kaca nako pintu belakang. Hati-hati ia memotong kaca. Dengan bantuan selotip besar, kaca yang terlepas tidak mengeluarkan suara. Suasana sangat gelap, karena tak ada penerangan, kecuali lampu dari kamar Hannah. Dengan mudah ia masuk ke dalam rumah.
Sejenak ia terdiam untuk mendengarkan sesuatu. Ruangan pertama yang didatangi adalah dapur untuk mengambil jam kuno yang ngadat beberapahari yang lalu. Setelah itu ia menuju pintu depan. Ia membuka rantai pintu. Kini tujuannya kamar Louise.
Pukul 22.35 "tugas" utama ia selesaikan dan kembali ke kantorlewat rute yang sama. Sebelummeninggalkan rumah, ia meneleponFrank Morisson dari kamar mandi rumahnya. Pukul 22.53 George telah tiba di ruangan.Jam alarm, player piringan hitam, dan suara rekaman iasatukan dalam sebuah tas besar. Ia kembali ke luar kantor untuk memusnahkan "perkakas" itu. Topi hijau iahancurkan menjadiserpihan kecil dan dibuang di kloset. Begitu pula piringanhitam.
Sedangkan jam dan player piringan hitam portabelia lempar hingga hancur berkeping-keping di celah-celah sempit bangunan di sekitar kantor, yang selama ini hampirtak pernah dijamahorang.
Dibantu angin
Beberapa saat usai penahanan George Bonfield,McKee menghadapJaksa Wilayah. McKee memperlihatkan tandatangan di atas surat pengakuanBonfield. Dia melengkapi suratitu dengan sedikit penjelasan.
"Pada malam kejadian,George meninggalkan kantor langsung dari ruangannya. Joe Tyler tak menyadari kalau saat itu Bonfield ternyata tengah memainkanmesin buatannya, yang terdiri dari jam alarm, piringan hitam kecil, dan rekaman suara Georgedi piringan hitam. Ia juga menyetel jamweker pada posisi 22.35, yang berhubungan ke player piringanhitam. Mengaitkan satu senarnyapada anak genta jamdan senar lainnyake pengungkit playerpiringan hitam.
Lalu ia dengan leluasa meninggalkan kantor menuju rumahnya di Thirteenth Street untuk membunuh istrinya sendiri. Sebuah alibi yang sempurna!"
Menurut McKee, Goerge membunuh bukan pada 22.35 seperti saat jam ditemukan di kamar Louise. Tetapi sekitar 22.25. Usai membunuh ia sempat menghubungi Morrison, kliennya, sekitar 22.35. Sementara itu, di saat yang sama, di ruangannya, alarmjam menggerakkan pengungkit player piringanhitam. Saat itulah rekaman suara George terdengar oleh Tyler.
"McKee, sebelum Bonfield mengaku, apakah Anda sudah menduga bahwa dialah pelakunya?"
McKee mengangkat bahunya."Terhapusnya sidik jari pada telepon di kamar mandi Ny. Bonfield, merupakan keganjilan. Artinya, pelakunya sudah merencanakan semua ini. Jadi bukan perampokan. Apalagi waktunya terbatas.Tapi saya tak percayakita akan mengetahuinya secepatini. Kecuali, istrinya dan angin..."
Jaksa Wilayah tercenung. "Nyonya Bonfield? Angin?"
"Ya, Nyonya Bonfield berhasil melatih Hannah dengan baik. Hannah sangat takut kepadanya kalau ada pekerjaanyang tak beres. Saat ia tidur di kamar dan mendengar ada suara angin,Hannah langsung mencemaskan pintu depan rumah. Ia jadi ragu apakah ia sudah menguncinya atau belum. Selama ini, Nyonya Bonfield selalu mewanti-wanti agar pintu tesebutdalam kedaan terkuncisebelum Hanah tidur."
"Kalau ada suara angin, artinya pintu belum terkunci. Pukul 22.30 Hannah menuruni tangga dan mendapati pintu dalam keadaan tak terkunci. Waktu itu, Tuan Bonfield masih berada di kamar istrinya. Ia tahu persis jam Hannah menyiapkan jus. Dengan waktu 6 menit yang ia miliki, Bonfield "memaksa" Hannah agar menguncipintu depan dahulu. Suara angin yang masuk membuat Hannah tak mendengar kedatangannya. Tentu saja ia menguncinya, memasangrantai dan kembalike kamarnya. Lalu berjaga hingga 22.55. Limamenit sebelum harus mengantar segelas jus jeruk ke atas."
"Saat itulah Bonfield melarikan diri dari pintu depan. Pintu dibuka kembali. Sedangkan Hannah merasa sudah menguncinya. Ia pun tak ingat lagi, ketika pintu depan sudah tak terkunci lagi."
(Kisah rekaan/HelenReilly/Nis)